sebuah
cerita : "AKU TOLAK LAMARANMU"
oleh Dyah Sunt Her pada 16
Desember 2011 pukul 18:23 ·
Mereka, lelaki & perempuan, yang begitu
berkomitmen dengan agamanya. Melalui ta'aruf yang singkat mereka memutuskan
untuk melanjutkannya menuju khitbah. Sang lelaki sendiri, harus maju menghadapi
lelaki lain: ayah sang perempuan. Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah
melewati deru pertempuran semasa aktif di kampus, tetapi pertempuran yang
sekarang amatlah berbeda. Sang perempuan, tentu saja siap membantunya.
Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya. Maka di suatu pagi, di sebuah
rumah, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk
'merebut' sang perempuan muda,
dari sisinya.
dari sisinya.
"Oh, jadi kau akan melamar anakku?"
tanya sang laki-laki setengah baya.
"Iya, Pak," jawab sang pemuda.
"Engkau telah mengenalnya dalam-dalam?
" tanya sang laki-laki setengah baya sambil menunjuk si perempuan.
"Ya Pak, sangat mengenalnya, " jawab
sang pemuda mencoba meyakinkan.
"Aku tolak lamaranmu. Berarti engkau telah
memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang
diawali dengan model seperti itu! Bukankah Islam tidak mengenal istilah
pacaran?" balas sang laki-laki setengah baya. Si pemuda tergagap,
"Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja
baru sebulan lalu. Semenjak kami berkenalan, kami baru 3 kali bertemu."
"Aku tolak lamaranmu. Itu serasa 'membeli kucing dalam karung' kan, aku
tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak terlalu mengenalnya.
Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?" balas sang setengah baya,
keras.
Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda
mencoba membantu sang lelaki muda. Bisiknya, "Ayah, dia dulu aktivis
lho."
"Kamu dulu aktivis ya?" tanya sang
setengah baya.
"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi
demonstrasi anti Orba di kampus," jawab sang pemuda, percaya diri.
"Aku tolak lamaranmu. Nanti kalau kamu
lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan
teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?" "Anu Pak, nggak kok.
Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya
suruh berangkat."
"Aku tolak lamaranmu. Lha wong kamu ngatur
temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"
Sang perempuan membisik lagi, membantu,
"Ayah, dia pinter lho."
"Kamu lulusan mana?"
"Saya lulusan Matematika Sebuah
Universitas Negeri ternama Pak. Universitas itu salah satu kampus terbaik di
Indonesia lho Pak."
"Aku tolak lamaranmu. Kamu sedang menghina
saya yang cuma lulusan SMA ini tho? Menganggap saya bodoh kan?"
"Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak
pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma
Pak."
"Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego
gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?"
Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah
bekerja lho."
"Jadi kamu sudah bekerja?"
"Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing.
Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."
"Aku tolak lamaranmu. Kalau kamu keliling
dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."
"Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang.
Wong produknya saja nggak terlalu laku." "Lamaranmu tetap aku tolak.
Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus
begitu?"
Bisikan kembali, "Ayah, yang penting kan
ia bisa membayar maharnya."
"Rencananya maharmu apa?"
"Seperangkat alat shalat Pak."
"Aku tolak lamaranmu. Maaf, kami sudah
punya banyak banget. Kalau tidak percaya, lihat saja di lemari".
"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram
dan uang lima puluh juta rupiah Pak."
"Aku tolak lamaranmu. Kau pikir aku itu
matre. Menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan
caraku."
Bisikan itu datang lagi, "Dia jago IT lho
Pak"
"Kamu bisa internet?"
"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet,
hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."
"Aku tolak lamaranmu. Nanti kamu cuma
nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak
istrimu di dunia nyata."
"Tapi saya nge-net cuma ngecek imel saja
kok Pak."
"Aku tolak lamaranmu. Jadi kamu nggak
ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek
gitu."
Sang gadis berkata, "Tapi Ayah..."
Sang laki-laki paruh baya langsung berkata
kepada laki-laki muda, "Kamu kesini tadi naik apa?"
"Mobil Pak."
"Aku tolak lamaranmu. Kamu mau pamer tho
kalau kamu kaya. Itu namanya riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM
kan makin naik."
"Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok
Pak. Saya nggak bisa nyetir"
"Aku tolak lamaranmu. Lha nanti kamu minta
diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?"
Sang gadis berkata, "Ayahh.."
Sang ayah berkata, "Kamu merasa ganteng
ya?"
"Nggak Pak. Biasa saja kok"
"Aku tolak lamaranmu. Mbok yo kamu ngaca
dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini."
"Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak
pula yang naksir kok Pak."
"Aku tolak lamaranmu. Kamu berpotensi
menjadi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!"
Sang perempuan kini berkaca-kaca, "Ayah,
tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan
fisiknya?"
Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan
berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.
"Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al
Qur'an dan Hadits?"
Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa
punya sesuatu yang berharga. Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya,
"Pak, dari tiga puluh juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang
pendek-pendek saja. Hadits pun cuma dari Arba'in yang terpendek pula."
Sang setengah lelaki setengah baya tersenyum,
"Lamaranmu kuterima anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau
tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih."
Mata
sang Pemuda ikut berkaca-kaca.
0 komentar:
Posting Komentar