Senin, 20 April 2015


wajah pendidikan kita

            pendidikan karakter tiba-tiba menjadi wacana hangat di dunia pendidikan indonesia. Walaupun gagasan karakter adalah gagasan tua, setua sejarah pendidikan, namun kemunculan gagasan “pendidikan karakter”  menginterupsi kita, atau menonjok keterlenaan kita, atau bahkan menonjok keterlenaan kita. Selama ini kita begitu asyik berenang-renang pada model pendidikan yang menafikan karakter, sibuk menyusun desain pembelajaran dengan meletakkan pilihan a,b, atau c sebagai evaluasi terakhir. Selama ini kita bangga menyaksikan anak-anak didik begitu terampil menjawab soal-soal cerdas cermat, atau begitu lincah memainkan pengsil 2B-nya di antara isian soal ujian akhir; sembari menutup mata bahwa semakin hari mereka tampil sebagai “orang asing” atau sebaga orang yang terpecah (berpengetahuan x tetapi berprilaku minus x).
 
            Selama ini, bangsa kita kehilanga karakter.  Karakter ( dari bahasa Yunani Karasso) adalah cetak biru, format dasar; atau bisa juga dimaknai sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuaai oleh intervensi manusiawi. Karakter adalah seperti lautan, tak terselami dan tak dapt diintervensi. Dan kita, sebagai bangsa sudah kehilangan sesuatu yang tak dapat diintervensi ini. Setelah reformasi kita semakin menemukan muka rusak prilaku diri. Begitu gampang di sulut, begitu mudah dionbang-ambing isu, dan begitu ringan untuk menuduh pihak lain sebagai yang pasti bersalah tanpa intropeksi diri.
            Sebagai lautan, kita begitu gampang diselami, dibuat keruh atau dibuat mengamuk bagai Stunami. Sebagai gelombang, kita sebagai gelombang, kita mudah diintervensi oleh pihak-pihak tertentu untuk marah, bergerombol dan meneriakkan sesuatu yang bukan keinginan kita. Sebagai bukti, kita bisa membuka media massa sembarang. Tiap hari ada saja orang yang bunuh diri. Tidak tanggung-tanggung bangsa ini melahirkan bunuh diri sekeluarga. Tiap hari selalu saja ada  pejabat yang berkomentar atau mengemukakan pendapat tanpa mempertimbangkan kenyataan (atau bahkan mengingkari kenyataan). Setiap menit kita menyaksikan aliran uang jutaan rupiah ditawarkan bagi tebak-tebakan yang remeh-remeh di televisi sembari diselingi breaking news tentang seorang kepala keluarga di sulawesi mati kelaparan
Posted by Nida Vitria Utami On 02.38 No comments

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

Cari Blog Ini